Minggu, 24 Februari 2019

Laku “Prihatin” (Sebuah Filosofi Hidup Jawa) dalam Lagu PIKIR KERI-nya Via Vallen



oleh Nesya B. *)
 
     Selain bermaaf-maafan sebagai petanda wajib perigatan Idul Fitri, kehadiran Syawal juga ditandai dengan membanjirnya agenda hajatan, baik pernikahan, khitanan, hingga agenda tasyakuran atau menempati rumah baru. Hal ini telah lazim sejak berpuluh tahun lalu mengingat bulan Syawal diyakini sebagai ‘bulan baik’ dalam menyelenggarakan hajatan, beda dengan dengan bulan Ramadhan (pasa) dan Dzulkaidah (Sela) Terhitung sudah empat kali saya menghadiri undangan hajatan di bulan Syawal yang masih berjalan dua mingguan lebih ini.
     Tapi paragraf di atas hanyalah ilustrasi pembuka, justru yang sedang saya ingin sampaikan dalam tulisan ini bukan tentang bulan dan musim hajatan. Saya hanya ingin membincang tentang lirik salah satu single Via Vallen yang belakangan ini sering saya dengar, di antaranya ketika mendatangi undangan hajatan. Makna lirik lagu tersebut sedikit menggelitik dan menggiring saya pada filosofi lawas sebagai bagian dari identitas Manusia Jawa.
     Mari kita cermati bersama makna dari lirik lagu tersebut berikut ini;

PIKIR KERI (Dipikir Belakangan)

yen gelem takjak rabi (kalau mau ku ajak menikah)
yen ra gelem takjagongi (kalau tak mau ku ajak berdialog)
sing ra penting pikir keri (yang gak penting dipikir belakangan)

yen kowe gelem taksayang (kalau kau mau kan kusayang)
ya aja mbok gawe bimbang (kalau tak mau janganlah bimbang)
ra sah kakean alasan (tak usah banyak alasan)

iki ati du parkiran maju mundur ra karuan (Ini hati bukan parkiran maju mundur tak karuan)
iki ati du layangan tarik ulur sembarangan (Ini hati bukan layang-layang tarik ulur sembarangan)
nanging tresna iki dudu es teh plastikan (tapi cinta ini juga bukan es teh plastikan)
sing mbok canthelke lalu engkau tinggalkan (yang kau gantungkan lalu kau tinggalkan)

janjimu koyo mendung ditunggu ora udan (janjimu seperti mendung ditungu tapi tak turun hujan)
tresnaku kesandung aku jebul kapusan (cintaku kesandung aku ternyata tertipu)
jodo bakal tekan ora bakal kijolan (jodoh pasti datang tak akan tertukar)
nek bejo yo mantenan nek ora tep syukuran (kalau beruntung ya jadi pengantin kalau tidak ya tetep syukuran)

     Bagaimana? Perhatikan tuturan makna lirik lagu ini yang menunjukkan sebuah alur cerita cinta yang tragis. Aku (penyanyi) memiliki kekasih yang tidak gentleman untuk memberikan kepastian akan keseriusannya membangun sebuah hubungan lawan jenis. Pun begitu, lirik lagu ini secara gamblang menyatakan bahwa meski menghadapi pasangan/kekasih yang tidak teguh pendirian dan bimbang dalam menentukan keputusan menikahi atau tidak, namun aku (penyanyi) tidak menunjukkan kemarahan yang meledak. Aku (penyanyi) masih menunjukkan keberterimaan dan menganggapnya sebagai “lelakon” (cerita perjalanan hidup) yang harus dijalani.
     Di bagian akhir lirik lagu ini, lebih dahsyat lagi. Aku (penyanyi) menyampaikan kepasrahan mendalam kepada Tuhan. Meskipun dirinya menyadari akan ketertipuannya pada sang kekasih namun dirinya masih menunjukkan kelapangan dada. Dua baris terakhir di bait akhir lirik lagu ini secara tegas menyampaikan filosofi “Prihatin”, sebagai salah satu filosofi hidup Manusia Jawa. Sebuah filosofi yang menyampaikan pesan bahwa siapa saja yang bersedia ‘laku prihatin’ (menjalani hidup dengan bersusah-susah) akan menikmati kebahagiaan di kemudian hari.
     Perlu untuk saya tambahkan di sini, bahwa ada beberapa filosofi hidup Manusia Jawa yang sadar atau tidak mempengaruhi pola pikir dan pola tindak individu dalam masyarakat Jawa. Di antaranya adalah
1) Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita);
2) Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar);
3) Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
4) Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
5) Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli (Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi)
6) Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).
7) Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).
8) Alon-alon waton klakon (Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety).
9) Nrimo ing pandum (Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.
10) Sing Prihatin Bakal Mimpin (Siapa berani hidup prihatin akan menjadi satria, pejuang dan pemimpin).
     Nampak sekali bahwa aku (penyanyi) dalam lirik lagu ini sedang melakukan “prihatin’, dengan keyakinan akan menerima jodoh terbaiknya di kelak kemudian hari.
     Lagu yang dipopulerkan oleh Via Vallen, dipublikasikan pada tanggal 24 Agustus 2017, dan diciptakan oleh Andi Mbendhol. Lagu ini ada di dalam album Duo Ratu Hip Hop yang didistribusikan oleh label DSA Records. Single lainnya dalam album ini adalah Meraih Bintang, Firasat, Papuma Dadi Kenangan, Egois, dan Tanpa Kehadiranmu.


*) Arek Mbeling dan Anggota Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA)