Senin, 23 Maret 2020

Suarakan Kegelisahan Melalui Sastra -- Sebuah Resensi

Judul Buku: Dari Timur
Penulis: Ama Achmad, dkk
Penerbit: Gramedia
Cetakan: Juni 2017
Peresensi: Khairul Amin *




APRESIASI dan publikasi karya inspiratif adalah sebuah keharusan. Tindakan ini dilakukan agar karya itu bisa memberikan inspirasi pada lebih banyak orang. Semangat inilah yang menjadi dasar buku ini disusun.

Para penulis lewat kurasi karyanya dalam buku ini mampu menampilkan sastra dalam bentuk yang tidak biasa. Sastra tidak hanya dijadikan sebagai karya. Tapi juga, media menyampaikan keresahan diri terhadap kesenjangan sosial di lingkungan sekitar. Dari Timur adalah antologi karya penulis Indonesia Timur, buah kurasi tim Makassar International Writers Festival (MIWF).

Buku ini menjadi bukti nyata kecintaan penulis pada sastra. Wujud nyata dari perayaan intelektual. Dari Timur mencerminkan semangat MIWF, memperkenalkan karya sastra dari Indonesia di bagian timur. Wilayah yang dalam indikator pencapaian pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan kultural relatif tertinggal dibanding wilayah barat. Uniknya, selalu disebut-sebut sebagai wilayah yang mengandung potensi besar (hlm 6).

Buku edisi pertama kumpulan karya penulis MIWF ini memuat berupa karya sastra puisi dan cerita pendek dari sebelas penulis yang pernah terpilih menjadi penulis undangan MIWF. Karya sastra kesebelas penulis sangat beragam, tidak melulu tentang cinta, maupun kisah kehidupan kelam. Ada juga harapan untuk kehidupan di masa yang akan datang, riak-riak yang ada di karya sastra dalam buku ini merupakan buah pikir dari kegelisahan yang dialami oleh penulis.

Karya dalam buku ini menunjukkan kekhasan dalam tema dan kematangan dalam pengungkapan. Beberapa di antaranya bahkan berhasil dalam pencapaian estetika dan mampu mengikat perasaan pembaca secara lekat. Ini adalah hasil nyata dari buah pikir penulis menempuh jalan sunyi kepengarangan dalam melahirkan karya demi karya. Karya ini tidak hanya menjadikan nama mereka dikenal luas. Namun, juga menjadikan ide dan persoalan yang mengusik mereka yang belum mereka suarakan hingga saat ini—termasuk tentang akar identitas, adat, dan isu sosial di daerah masing-masing—bisa sampai pada pembaca yang luas (hlm 7).

Seperti cerita pendek Air karya dari Erni Aladjai, yang menceritakan gejolak di masyarakat tentang privatisasi sumber mata air oleh kelompok kapitalis. Persoalan yang kerap dialami masyarakat di sekitar sumber mata air. Cerita ini dikemas melalui sosok Zon. Tokoh utama ini ditampilkan sebagai sosok yang muncul dari masa lalu, kemudian menyaksikan secara nyata kerusakan alam akibat dari tindakan dirinya sendiri yang mewakili instansi perusahaannya di masa depan. Zon menyaksikan air menjadi sangat berharga dibandingkan dengan apa pun, menguasai sumber mata air adalah menguasai kehidupan.

Cerita lain juga hadir dari Cicilia Oday dalam Anak Penjaga Sekolah. Cerita pendek yang kental dengan roman, perjuangan, juga kesetiaan. Sosok anak penjaga sekolah ditampilkan sebagai sosok yang memuja dalam diam dengan penuh kesetiaan. Dia mengagumi Windy, gadis siswa sekolah, tempat ayahnya bekerja sebagai penjaga.

Jalan kesetiaan anak penjaga sekolah terus tumbuh bahkan saat Windy meninggal. Dengan ketekunan, setiap hari anak penjaga sekolah meletakkan satu bunga sepatu di atas pusara Windy. Bunga dari tanaman yang Windy berikan pada anak penjaga sekolah untuk dirawat saat Windy memenuhi tugas penanaman saat di sekolah.

Kisah tentang perjuangan cinta juga datang dari Emil Amir dalam cerpen Silariang. Kisah roman yang dipertentangkan karena adat dan kasta keluarga. Andi Saeba, sosok perempuan utama dalam cerita ini harus menelan gunjingan karena menikah di usia yang lebih dari matang. Di masa ranum tidak ada yang datang melamar.

Bukan tidak ada yang mau melamar. Andi Saeba sangat mahal. Tidak ada yang bisa membayar maharnya sebagai putri bangsawan. Hubungannya dengan pria pujaan, La Saddang, harus kandas karena beda kasta keluarga.

Dari Timur tidak hanya kaya dalam cerita. Muatan di dalamnya sarat akan makna. Menjadikan pembaca semakin mengenal daerah Indonesia Timur, mulai dari identitas, adat, kebudayaan yang dijalani, hingga isu sosial yang sangat beragam setiap daerah. Pada gilirannya, pembaca akan mengenal keindonesiaan yang sesungguhnya.


*) KHAIRUL AMIN, Alumnus Universitas Muhammadiyah Malang.



SUMBER: