Rumah Mati
Dan akupun
pulang menujumu
Rumah mati
Rumah tempat
kata-kata menjadi sunyi
Dan abadi
Jumat Putih
Selamat pagi
Jumat putih
Aku tersesat
dalam hutan sunyi
Bersama kaki
kecil yang telanjang,
berlari-lari
Menangkap
puisi yang tak beralas kaki
Jumat putih
turun dari gereja, masuk ke masjid, hinggap ke pura
Bersemayam
dalam dada tuhan dan manusia
Terbang di
atas kepala dalam kristal matari
Disapu
gerimis menjadi bola-bola pelangi
Selamat hari
Jumat suci
Aku bertapa
dalam sukma sepi
Mari kita
telanjang, sayang
berlari-lari
kecil tanpa alas kaki
Seperti
puisi
Sribajala
dan Wabula
Ketika
lakambaebunga mulai membaca peta yang dulu pernah kujelajah
Tibalah aku
di kuilmu
Asal muasal
gigi putihmu yang kemilau
Tempat
mimpiku runtuh
Tempat
kembali pulang ke kampung halaman
Gigimu
adalah mercusuar
Silau yang
memanggil-manggil seperti daun kelapa
Diriku yang
tersesat di samudera jiwa
Terseret
ombak dan tiba di permukaan hatimu yang putih
Belahan
kelapa di tanganmu adalah pasangan belahan lain
yang kita
pertemukan
Tahulah
kita, cinta kita memudar
Sebab ibu
telah menjadi sejarah, legenda,
dan dongeng
negri tercinta
Adik bungsu
yang seputih susu
Ibu kita
telah menjadi buku
Bagi tetua
bagi silsilah dan raja-raja
Bagi jelata
Yang terbaca
di setiap usia
Lalu ke mana
cinta kita akan kubawa
Terselip di
saku dungkung cangia
Punggawa
setia yang menancapkan bendera aneka warna
Pada tubuh
lakaembaebunga
Yang
terlunta-lunta beratus-ratus kali berganti rupa
menaklukan
samudera
Di koncu,
benteng tertua berdiri
Aku menulis
syair panjang tentang dirimu
Langit tak
lagi menakar cintaku padamu
Maka
kubiarkan ia membahana seperti kupu-kupu
Terbang
dengan sasar ke jendelamu
Kuhadiahi
tempat ini namamu
Kupahat
besar-besar pada prasasti
Dengan
aksara rahasia bahasa cia-cia
Agar semua
orang berbagai generasi
Mengenangmu
sebagai arca yang bertumbuh
di antara
jurang dan bukit
Kali-kali
jernih yang berbintang
Seperti
gigimu yang gemilang
Jika laut
surut berkilo-kilometer
Mereka akan
mengenang kulit putihmu
Yang senyap
mutiara
Yang di
atasnya
Cintaku
tergenang antara ada dan tiada
Kekal
selamanya
Catatan:
*Sribajala
adalah kakak dari Wabula yang merantau mengelilingi dunia dengan kapal
Lakambaebunga. Wabula adalah putri bungsu Wakaaka, raja Buton pertama. Kini
Wabula adalah nama tempat yang indah di Buton Selatan (dari cerita masyarakat
setempat). Asal kata Wabula adalah Wabula-bula yang artinya putih, sebab
diyakini Wabula berkulit putih seperti orang Tiongkok/Mongol.
Lelaki
Bermata Satu
Di mana
gerangan kau
Penyebab
rontoknya bunga-bunga di mataku?
Yang berlari
memunggungiku
Setelah usai
mencuri hatiku
Lihatlah, di
mana pun kau berada
Lihatlah
sebelah dadaku
Di antara
dua gunung kemilau itu
Ada lubang
gulita milik hatiku
Kekasih
jantung sahabat empedu
Hilang kau
bawa lari
Ke mana
gerangan kau
Penyebab
layunya rekah kelopak bibirku?
Yang tiada
meninggalkan bayangan
Setelah
hatimu menjadi batu
Lihatlah, di
manapun kau berada
Lihatlah
akibat perbuatanmu
Kau
tinggalkan sidik jarimu di dadaku
Lubang
sebesar kepalan tanganmu
Yang tlah
mengoyak
Dan
mengeluarkan hatiku
Ke mana kau
bawa lari?
Demikianlah
kau berlari
lelaki
bermata satu
Yang telah
kulempari batu-batu
Hatimu lekat
di batu
Hatimu adalah
batu
Semakin
keras kau berlari
Semakin kau
membatu
Cinta
Selamanya
harus berluka
Demikianlah
kau
Kisah lelaki
bermata satu
Sepanjang
hidup melihat dunia hanya satu
Yang tak mau
membuka sebelah mata
Kecuali
untuk batu
Cinta
Selamanya
harus ada duka
Padang Eva
Kau adalah
bunga-bunga yang mekar di padang eva
Senyummu
laksana akar harum mawar yang merambat lembut menusuk jantungku
Membiarkanku
terjerat, menghapus seluruh jelaga dan tanya tentang:
di manakah
pelabuhan terakhir air mata?
Di matamu
itu, matahari tumbuh dengan subur
Sehingga
sulit bagiku menebak dan terjebak
Padahal
kuingin sekali
Ohh rerumpun
ilalang
Bisikkanlah
rahasia embun yang basahi dirimu kala fajar
Yang
mengundang galau pada kelopak kastalia dan magnolia
Dan mengusir
kabut-kabut yang tenggelam dalam cahaya
Katakanlah,
di mana gerangan kan kutuangkan rindu-rindu biduri…
Cawan-cawan
telah dipenuhi susu
Sedang
kuingin bibir manismu mencecap rindu ini
Jikalau awan
datang
Jikalau
mimpi terbang
Oh tuhan,
izinkanlah aku tumbuh
Sebagai
perdu kelabu di sampingnya
Di padang
eva itu
Ya, di
padang itu!
Jejak Puisi
kekasih,
yang muda belia dan merdu
kekasihku, yang senantiasa lugu dan pencemburu
aku datang padamu
kekasihku, yang senantiasa lugu dan pencemburu
aku datang padamu
dengan
segenap rambu rambu dan lakon dramaku
maafkanlah aku
yang ragu dan malu
mencintaimu terburu buru
dan membuatmu bingung tak tahu
tapi jangan kau pergi tinggalku tanpa jejak
sebab tanpamu aku laksana puisi dalam belantara kata-kata
selalu labil dan mudah tersesat
maafkanlah aku
yang ragu dan malu
mencintaimu terburu buru
dan membuatmu bingung tak tahu
tapi jangan kau pergi tinggalku tanpa jejak
sebab tanpamu aku laksana puisi dalam belantara kata-kata
selalu labil dan mudah tersesat
Jalan-Jalan
ke Salon
di salon aku
ditelanjangi
tubuhku dibolak balik seperti boneka barbie
seluruh tubuh diberi minyak yang licin dan wangi
dipijat dengan krim pemutih dan dilulur dengan green tea
tubuhku dibolak balik seperti boneka barbie
seluruh tubuh diberi minyak yang licin dan wangi
dipijat dengan krim pemutih dan dilulur dengan green tea
di salon aku
seperti manekin
aku disuruh berdiri bugil
lalu tubuhku dicat putih pakai kuas dinding
aroma masker susu sapi pun terasa gurih
tapi aku gigil dan merinding
sebab masker susu sapi setengah kering
terkena AC dan udara dingin
aku disuruh berdiri bugil
lalu tubuhku dicat putih pakai kuas dinding
aroma masker susu sapi pun terasa gurih
tapi aku gigil dan merinding
sebab masker susu sapi setengah kering
terkena AC dan udara dingin
usai mandi
rambutku lalu di creambath
ditarik-tarik dan dipijat kuat
lalu seperti roti rambutku diberi selai
campuran royal jeli dan stroberi
manis sekali seperti permen loli
rambutku lalu di creambath
ditarik-tarik dan dipijat kuat
lalu seperti roti rambutku diberi selai
campuran royal jeli dan stroberi
manis sekali seperti permen loli
setelah
membayar
tubuhku bau sapi dan rambutku harum stroberi
sekarang aku tahu
beginilah nasib perempuan masa kini
tubuhku bau sapi dan rambutku harum stroberi
sekarang aku tahu
beginilah nasib perempuan masa kini
----------------------------------------------------------------------
Wa Ode Wulan
Ratna. Lahir di
Jakarta 23 Agustus 1984. Menyelesaikan kuliah sastra di Universitas Negeri
Jakarta. Menulis cerpen dan puisi sejak 2003. Buku kumpulan cerpen pertamanya
pernah mendapatkan penghargaan Khatuliswa Literary Award pada tahun 2008 untuk
kategori penulis muda berbakat. Saat ini menjadi pengajar untuk mata kuliah
Sastra dan Creative Writing.
Sumber: