oleh Adinda Nurrizky
Film Lipstick Under My
Burkha sarat akan pesan mengenai feminisme. Namun sutradara Alankrita
Shrivastava sangat menyayangkan bahwa filmnya justru ditolak di negerinya
sendiri.
Lipstick Under My Burkha berkisah
tentang empat orang wanita yang mencari kebebasan dalam hidupnya dengan jalan
masing-masing. Dua di antaranya beragama Islam sedangkan yang lain adalah
Hindu. Mereka memiliki sisi kehidupan yang bagi mereka sangat bertentangan
dengan nuraninya.
Dimulai dengan kehidupan
Rehana Abidi (Plabita Borthakur). Ia adalah wanita muslim yang memakai burkha.
Namun Rehana selalu berjuang dengan isu identitas budayanya, juga mimpinya
sebagai penyanyi pop.
Kemudian Leela (Aahana
kumra). Ia adalah seorang ahli kecantikan Hindu yang berusaha lepas dari
klaustrofobia komunitas Bhopal-nya. Leela memiliki kehidupan seksual yang kuat
namun dipaksa menikah dan dijodohkan.
Di sisi lain ada seorang ibu
dari tiga anak yang juga seorang seorang muslim. Ia memiliki suami yang
represif sehingga mencari jalan lain sebagai wirausaha yang giat.
Terakhir adalah seorang
janda berusia 55 thun yang menemukan kembali gairah seksualnya melalui saluran
telepon.
Kisah empat wanita tersebut
terangkum dalam film yang mendapat banyak pernghargaan ini, salah satunya
adalah diputar perdana di Tokyo dan Mumbai Film Festivals, memenangkan Hadiah
Spirit of Asia dan Penghargaan Oxfam untuk Film Terbaik tentang Kesetaraan Gender
pada bulan Januari 2017.
Namun sayangnya, film Lipstick Under My Burkha
ditolak di jaringan bioskop India karena dinilai terlalu berorientasi pada
perempuan, mengandung adegan seksual dan suara-suara yang mengarah pada
pornografi. Di sisi lain, banyak juga yang menilai padahal film India sendiri
sering menampilkan tarian erotis, nyanyian menggoda dan pakaian serba terbuka.
Tentu saja ini berkaitan
dengan kekuatan konservatif yang mengatur seni di negeri tersebut. Ironis,
ketika film yang mendapat penghargaan dunia ini justru tak mendapat tempat di
negerinya sendiri.
Sumber: